Jumat, 09 April 2010

Ibu Sang Pembunuh Kelly Kwalik : Syukurlah Anak Saya Bisa Naik Pangkat!

SAHABAT Eve-K. Blogspot.Com dimana saja anda berada, saya punya cerita menarik hari ini, Jumat, 09 April 2010. Tadi pagi sekitar pukul 09.00 WPB, saya dengan dua orang kawan yang mau berangkat ke Nabire sempat singgah di sebuah Warung Padang di sekitar Taman Imbi, Jayapura Kota, untuk minum Teh sambil membahas rencana keberangkatan mereka. Didalam warung tersebut sudah ada banyak bukan orang Papua yang memesan minuman ringan. Mereka asyik bercerita. Saya dan dua orang kawan sempat mendengar cerita mereka dengan sangat jelas karena kami duduk berdekatan. 

Seorang Bapak dari antara mereka bertanya kepada seorang Ibu setengah baya : "Bagaimana kabar anakmu yang Polisi?. Sang Ibu menjawab : "Oh, dia sekarang ada urus kenaikan pangkat karena berhasil bunuh Kelly Kwalik barusan. Mereka dari Densus 88 ada 10 orang yang naik pangkat, Abel, Rachmat...ada lain lagi...". Bapak yang bertanya kemudian berkata : "Wah hebat...hebat...". Sang Ibu yang ditanya membalas dengan bangga : "Syukurlah anak saya bisa naik pangkat...dia tidak perlu tunggu empat tahun lagi..."

Mereka terus ngobrol tanpa memperhitungan posisi kami, paling tidak perasaan kami sebagai orang Papua. Walaupun mendengar kata-kata mereka dengan jelas, kami bertiga tidak menghiraukan mereka. Kami terus minum Teh yang kami pesan sambil omong-omong soal rencana kami. Setelah berpisah dengan dua orang kawan itu, saya terus berpikir, bagaimana sampai seorang ibu dari ras pemukim - yang hidup, bekerja, makan, kencing-berak dan beranak diatas tanah Papua - bisa bangga dengan anaknya yang membunuh seorang tokoh Papua? Saya memang pernah mendengar banyak cerita seperti ini tetapi baru kali ini saya mendengar langsung dari mulut kaum pemukim.

Saya kemudian menyimpulkan bahwa : Pertama, Anak dari Ibu yang cerita itu sudah pasti adalah salah satu dari 60 Anggota Tim Gabungan yang akan diberikan penghargaan berupa kenaikan pangkat dan berbagai kemudahahan lainnya seperti kesempatan mendapat pendidikan dan promosi jabatan sebagaimana diungkapkan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Edward Aritonang di Jakarta belum lama ini. Aritonang, seperti dikutip WPToday, mengatakan bahwa Tim Gabungan yang menyergap dan membunuh Kelly Kwalik menunjukkan prestasi yang mengharumkan nama bangsa dan nama Kepolisian, menjaga kehormatan korps saat berdinas.

Kedua, Ibu tersebut, dan tentu saja Bapak yang berbicara dengan dia, mengidap paham rasisme yang, oleh George M. Fredericks, dikategorikan sebagai Rasisme Biologis. Rasisme Biologis adalah cara pandang dan tindakan diskriminatif yang berkaitan dengan identifikasi terhadap etnis atau suku bangsa tertentu sebagai "yang lain" atau "the others" hanya karena perbedaan ciri-ciri fisik. Rasisme model ini adalah sebuah pandangan kuno dan lapuk yang menganggap bahwa investasi berharga yang dimiliki setiap manusia adalah warna kulit, rambut, asal suku bangsa dan umumnya - RAS tertentu. Alam bawah sadar ibu tersebut telah dikuasai oleh pandangan busuk ini sehingga dia merasa bangga dengan tindakan anaknya yang telah membunuh Kelly Kwalik yang dianggap sebagai "orang lain".

Ketiga, Ibu dan Bapak tersebut berasal dari suku-suku kanibal masa lampau yang mengaplikasikan kanibalisme dalam zaman modern saat ini. Kanibalisme, secara umum berarti sesuatu yang memangsa dan memakan sesamanya sendiri (bisa antar manusia atau antar hewan). Untuk manusia, kanibalisme secara tradisonal ini terjadi pada zaman dulu sebelum berkembangnya peradaban modern. Namun, perkembangan zaman tidak serta-merta menelan praktek-praktek kanibalisme. Ia justru mengambil bentuk baru dan menyesuaikan serta mengikuti perubahan dan perkembangan zaman. Suku Bangsa manusia yang gemar menguasai suku bangsa manusia lain merupakan pihak yang menjadi pelopor kanibalisme modern.

Salah satu model prakteknya yang nyata dan dapat kita lihat secara langsung adalah dengan membantai secara sadis suku bangsa lain yang dijajah kemudian memperoleh bayaran atau kenaikan pangkat dan, dengan pangkat yang tinggi tersebut, mendapat gaji dan tunjangan yang ujung-ujungnya dipakai untuk memberi makan diri sendiri, anak-istri, orang tua dan kerabat lain. Membantai korban secara sadis kemudian memutilasi jenazah korban menjadi model utama di Papua saat ini. Lihat saja kasus Kelly Kwalik pada akhir tahun 2009 dan Pendeta Kindeman Gire sekitar tiga minggu lalu.

Demikian cerita saya, saya harap orang-orang Papua bisa lebih meningkatkan kewaspadaan karena PARA KANIBAL sedang bergentayangan diantara kita dan bekerja secara profesional dengan memakai institusi negara dan pembenaran oleh undang-undang dan peraturan yang mereka buat sendiri, tetapi akan dianggap, meminjam kata-kata Aritonang, "menunjukkan prestasi yang mengharumkan nama bangsa dan nama kepolisian, menjaga kehormatan korps saat berdinas". Mereka yang kami anggap sebagai sesama warga negara, mereka yang kami terima kehadirannya diatas tanah kami tidak akan menganggap anda sebagai sesama manusia yang mempunyai hak hidup. Anda adalah korban yang siap disantap! Kelly Kwalik sudah mereka santap, mungkin besok giliran anda dan saya!

0 Komentar:

Posting Komentar